Hidup di Jakarta, dan mungkin di banyak kota besar di Indonesia, tuntutan untuk bersabar begitu tinggi. Mengapa? Karena kalau tidak, justru kita akan bisa dibuat hancur oleh 'emosi' yang ada pada diri kita sendiri. Ibarat bom yang masih aktif, emosi akan mudah meledak begitu dapat pemicunya, dan pastinya daya ledaknya akan berdampak buruk bagi diri kita. Bukankah banyak penyakit-penyakit yang ngteren dewasa ini lantaran ketidakmampuan kita menguasai diri...
Sebagai pengendara sepeda motor, ada peraturan dari kepolisain yang mewajibkan pengendara motor menggunakan lajur sebelah kiri. Namun, kadang ada saja hal yang begitu menjengkelkan saya, tatkala secara tiba-tiba angkutan perkotaan (angkot) mengambil lajur kiri, entah untuk menurunkan penumpang ataupun mengambil penumpang. Nah, sikap seperti inilah yang kadang ikut memicu emosi kita. Bahkan, bukan hanya itu, kadang ada angkot-angkot yang sengaja berhenti di persimpangan jalan atau di daerah bertanda dilarang berhenti (hanya untuk menjemput penumpang), kok bisa ya padahal polisi lalu lintas (polantas) tidak jauh berdiri dari tempat itu. Nyatanya, supir angkot kita kini 'sudah berani' dengan aparat polantas, bahkan berani dengan tanda-tanda lalu lintas, semata untuk ngejar setoran.
Nah, ketika sampai di kantor, sering juga saya mendapati motor-motor yang diparkir seenaknya saja sehingga mengganggu motor-motor lain yang hendak masuk ke area parkir. Yang biasa terjadi di kantor saya, motor-motor yang berlabel 'motor kantor' di parkir sembarangan. Apa karena itu motor kantor sehingga orang yang mendapat amanah menggunakannya harus sembarang saja meletakan/memarkir motor itu di area parkir kantor(?) Entahlah!
Kata penyair tersohor kita, Rendra, "Kesadaran adalah Matahari, Kesabaran adalah Bumi, Keberanian menjadi cakrawala, dan Perjuangan adalah pelaksanaan Kata-kata." Mungkin kita memang masih terus belajar Bersabar, seperti Bumi yang tetap bersabar meski dirusak, diinjak, bahkan ditelantarkan penghuninya. :)
0 Komentar