Greenpeace Indonesia menemukan berbagai kendala dalam proyek lumbung pangan di hutan, lahan gambut, dan wilayah adat di Kalimantan Tengah. Salah satu kendala tersebut terkait dengan proyek yang dikelola oleh Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace, menyatakan bahwa kendala tersebut berhubungan dengan budidaya singkong di Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Gunung Mas. "Kementerian Pertahanan menanam singkong, namun tanaman tersebut tidak tumbuh. Meskipun mereka membuka hutan, hasilnya tidak memuaskan," kata Arie saat dihubungi Tempo pada Kamis, 28 September 2023.
Luas lahan yang disiapkan untuk budidaya singkong mencapai 31.719 hektar. Temuan Greenpeace menunjukkan bahwa separuh dari luas lahan tersebut sudah tercakup oleh berbagai izin penggunaan lahan pribadi dan fasilitas umum.
Lahan food estate mencakup wilayah permukiman Desa Tampelas, Tewai Baru, Sepang Kota, dan Pematang Limau, di Kecamatan Sepang, Gunung Mas. Menurut laporan Greenpeace, pematokan lahan tersebut menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat adat Dayak.
Kementerian yang dipimpin oleh calon presiden Prabowo melanjutkan pembukaan 760 hektar hutan pada 14 November 2020. Greenpeace mencatat bahwa pembukaan lahan singkong tersebut dilakukan tanpa penilaian lingkungan.
Arie menyatakan bahwa kendala tidak hanya terjadi di Gunung Mas, melainkan proyek food estate di berbagai daerah juga tidak menghasilkan tanaman yang sukses. Menurutnya, kegagalan ini disebabkan oleh kebijakan food estate yang tidak didasarkan pada penelitian yang kredibel dan selalu tergesa-gesa. "Selalu dibuat terburu-buru," ujarnya.
Beberapa proyek food estate yang signifikan terlihat di empat provinsi, termasuk Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Dalam perencanaan awalnya, anggaran untuk proyek lumbung pangan sebagai proyek strategis nasional ini mencapai Rp 1,9 triliun pada 2020-2021, meningkat menjadi Rp 4,1 triliun pada 2022.
0 Komentar