Wudhu merupakan ibadah yang dilakukan seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah lainnya. Namun, wudhu bisa batal apabila dijumpai sesuatu yang dapat membatalkan wudhu, sehingga dia diharuskan berwudhu lagi untuk dapat melakukan ibadah yang mewajibkan suci dari hadas kecil. Berikut kami sebutkan 10 hal yang membatalkan wudhu.
10 Hal yang Membatalkan Wudhu
Pertama, apabila keluarnya sesuatu dari dua jalan yaitu qubul dan dubur.
Wudhu seseorang menjadi batal baik yang keluar itu sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan kotoran atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh-contoh tadi atau yang keluar itu barang yang suci seperti ulat.
Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut;
أَحَدُهَا (مَا خَرَجَ مِنْ) أَحَدِ (السَّبِيْلَيْنِ) أَيِ الْقُبُلِ وَالدُّبُرِ مِنْ مُتَوَضِّئٍ حَيٍّ وَاضِحٍ. مُعْتَادًا كَانَ الْخَارِجُ كَبَوْلٍ وَغَائِطٍ أَوْ نَادِرًا كَدَمٍّ وَحَصَا نَجَسًا كَهَذِهِ الْأَمْثِلَةِ أَوْ طَاهِرًا كَدُوْدٍ. إ
Artinya : “Pertama adalah sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur-nya orang yang memiliki wudhu, yang hidup dan jelas. Baik yang keluar itu adalah sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan kotoran, atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh-contoh ini, atau suci seperti ulat.
Kedua, tidur.
Tidur yang membatalkan wudhu adalah apabila seseorang tidur dalam posisi yang tidak menetapkan pantat. Sedangkan, apabila dia tidur dengan posisi duduk yang menetapkan pantatnya, maka wudhunya tidak batal.
Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut
(وَ) الثَّانِي (النَّوْمُ عَلَى غَيْرِ هَيْئَةِ الْمَتَمَكِّنِ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ زِيَادَةٌ مِنَ الْأَرْضِ بِمَقْعَدِهِ وَالْأَرْضُ لَيْسَتْ بِقَيِّدٍ. وَخَرَجَ بِالْمُتَمَكِّنِ مَا لَوْ نَامَ قَاعِدًا غَيْرَ مُتَمَكِّنٍ أَوْ نَامَ قَائِمًا أَوْ عَلَى قَفَاهُ وَلَوْ مُتَمَكِّنًا.
Artinya : “Dan yang kedua adalah tidur dengan keadaan tidak menetapkan pantat. Dalam sebagian redaksi ada tambahan ‘dari tanah dengan tempat duduknya’. Kata tanah bukanlah menjadi qayyid. Dengan bahasa “menetapkan pantat”, maka terkecuali kalau dia tidur dalam keadaan duduk yang tidak menetapkan pantat, tidur dalam keadaan berdiri atau tidur terlentang walaupun menetapkan pantatnya.”
Ketiga, hilangnya kesadaran.
Apabila seseorang hilang kesadaran sebab mabuk, sakit, gila, epilepsy atau lainnya, maka wudhunya menjadi batal.
Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut,
)وَ) الثَّالِثُ (زَوَالُ الْعَقْلِ) أَيِ الْغَلَبَةُ عَلَيْهِ (بِسُكْرٍ أَوْ مَرَضٍ) أَوْ جُنُوْنٍ أَوْ إِغْمَاءٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ.
Artinya : “Dan yang ketiga adalah hilangnya akal, maksudnya akalnya terkalahkan sebab mabuk, sakit, gila, epilepsi atau selainnya.”
Keempat, bersentuhannya kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram.
Wudhu menjadi batal apabila terjadi persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat secara kebiasaan.
Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qorib berikut,
)وَ) الرَّابِعُ (لَمْسُ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ الْأَجْنَبِيَّةَ) غَيْرَ الْمَحْرَمِ وَلَوْ مَيِّتَةً. وَالْمُرَادُ بِالرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ ذَكَرٌ وَأُنْثًى بَلَغَا حَدَّ الشَّهْوَةِ عُرْفًا.
Artinya : “Keempat adalah persentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram walaupun sudah meninggal dunia. Adapun yang dikehendaki dengan laki-laki dan perempuan adalah laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat secara kebiasaan.”
Kelima, menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.
Wudhu bisa batal apabila seseorang menyentuh kemaluan, baik berupa qubul (kemaluan depan) maupun berupa dubur (kemaluan belakang), sekalipun kemaluan itu milik anak kecil atau orang yang sudah meninggal.
Sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Mu’in berikut,
)مَسُّ فرْجِ آدَمِيًّ) أو محلِّ قَطْعِهِ ولو لميِّتٍ أو صغيرٍ قُبُلًا كان الفرجُ أو دُبُرًا مُتَّصِلًا أو مقْطُوعًا
Artinya : “Menyentuh kemaluan manusia atau tempat dipotongnya alat kemaluan, meskipun milik orang yang sudah meninggal atau anak kecil. Alat kemaluan itu bisa berupa qubul (kemaluan depan) maupun berupa dubur (kemaluan belakang), baik yang masih menyatu maupun yang telah terpisah.”
Dalam penjelasan kitab fikih lainnya hanya disebutkan empat perkara yang membatalkan wudhu. Hal ini karena menggolongkan tidur sebagai salah satu dari sebab-sebabnya hilangnya kesadaran seseorang, berbeda dengan penjelasan dalam kitab Fathul Qorib yang menggolongkan tidur terhadap pembahasan tersendiri.
Sebagaimana dalam keterangan kitab Safinatun Naja berikut;
نَوَاقِضُ الْوُضُوْءِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ: الأَولُ: الْخَارجُ مِنْ أَحَدِ السَّبِيْلَيْنِ، مِنْ قُبُلٍ أَوْ دُبُرٍ، رِيْحٌ أَوْ غَيْرُهُ، إِلاَّ الْمَنِيَّ. الثَّانِيْ: زَوَالُ الْعَقْلِ بِنَوْمٍ أَوْ غَيْرِهِ،إِلاَّ قَاعِدٍ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَتَهُ مِنَ الأَرْضِ. الثَّالِثُ: الْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ كَبِيْرَيْنِ أَجْنَبِيَّيْنِ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ. الرَّابعَ: مَسُّ قُبُلِ الآدَمِيِّ، أَوْ حَلْقَةِ دُبُرِهِ بِبَطْنِ الرَّاحَةِ، أِوْ بُطُوْنِ الأَصَابعِ.
Artinya : “Pembatal wudhu ada empat. Pertama, apapun yang keluar dari salah satu dari dua jalan yaitu qubul atau dubur, baik kentut atau lainnya kecuali mani. Kedua, hilangnya akal dengan tidur atau lainnya kecuali tidurnya orang yang duduk sambil mengokohkan duduknya di lantai.
Ketiga, bersentuhannya kulit lelaki dengan perempuan yang dewasa dan bukan mahram tanpa pembatas. Keempat, menyentuh qubul anak Adam atau lingkaran duburnya dengan telapak tangan atau jari-jarinya.”
Demikian penjelasan mengenai 10 hal yang membatalkan wudhu. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
0 Komentar