Bagaimana hukum qurban untuk orang yang sudah meninggal? Pasalnya, di antara hal yang banyak kita jumpai di tengah masyarakat Indonesia adalah ada seorang anak yang berqurban untuk orang tuanya yang sudah meninggal.
Hukum Qurban untuk orang yang sudah meninggal
Sebenarnya, bagaimana hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal ini, apakah boleh? Bagaimana fatwa ulama mazhab dalam masalah qurban untuk orang yang sudah meninggal?
Menurut ulama Syafiiyah, berqurban untuk orang yang sudah meninggal, jika sebelum meninggal sudah berwasiat agar dikurbani atau memberikan izin, maka hukumnya boleh. Namun jika pernah berwasiat atau tidak pernah memberikan izin, maka hukumnya tidak boleh.
Namun demikian, banyak di antara para ulama yang membolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal meskipun semasa hidupnya tidak pernah berwasiat untuk dikurbani atau tidak pernah memberikan izin.
Ini karena qurban termasuk bagian dari bersedekah untuk orang yang sudah meninggal, dan bersedekah untuk orang yang sudah meninggal hukumnya boleh dan pahalanya akan sampai padanya.
Di antara ulama yang membolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal secara mutlak adalah Abu Al-Hasan Al-Abbadi. Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ berikut;
وَأَمَّا التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ
Adapun berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, maka Abu Al-Hasan Al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama.
Juga ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah membolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal, meskipun tidak ada wasiat atau izin darinya. Mereka mengatakan bahwa kematian tidak menghalangi orang yang meninggal untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan ibadah qurban, sedekah, haji dan lainnya.
Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;
أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَافَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَال نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ. وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لِأَنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ
Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris ingin berqurban untuknya dari hartanya sendiri, maka ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat boleh berqurban untuknya.
Hanya saja ulama Malikiyah membolehkan hal itu namun makruh. Alasan mereka membolehkan adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana sedekah dan haji.
Dengan demikian, menurut ulama Syafi’iyah, hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh, dengan syarat harus ada wasiat atau izin. Sementara menurut ulama lainnya, baik ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilh, membolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal secara mutlak, baik ada wasiat dan izin atau tidak ada.
Inilah hukum qurban untuk orang yang sudah meninggal. Semoga bermanfaat.
0 Komentar