Jakarta, CNBC Indonesia - Serikat pekerja PT Pertamina (Persero) yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dikabarkan berencana melaksanakan aksi mogok kerja mulai 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022.
Menanggapi kabar tersebut, PT Pertamina (Persero) pun buka suara. VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan bahwa Pertamina memastikan pelayanan kepada masyarakat atau konsumen tidak akan terganggu dengan adanya rencana tersebut.
Dia menyebut, Pertamina memastikan bahwa kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG), serta pelayanan ke masyarakat akan tetap menjadi prioritas utama perseroan.
"Sebagai BUMN, Pertamina termasuk seluruh pekerja bertanggung jawab dalam menjalankan amanah pemerintah untuk memastikan ketahanan energi nasional. Pekerja juga menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan penugasan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dan LPG hingga ke pelosok wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) agar masyarakat terus dapat beraktivitas. Terlebih saat ini, Indonesia sedang berjuang keluar dari pandemi Covid-19, sehingga roda perekonomian nasional harus terus didorong bergerak," jelas Fajriyah, seperti dikutip dari keterangan resmi perseroan, Selasa (21/12/2021).
Terkait aspirasi yang disampaikan pekerja kepada perusahaan, termasuk dari FSPPB, menurutnya manajemen Pertamina selalu terbuka untuk melakukan dialog sesuai aturan hubungan industrial yang berlaku.
Karenanya, pihaknya juga berharap seluruh pekerja untuk tetap dapat mengedepankan kepentingan umum dan dapat bersama-sama menjaga kondusivitas operasional.
Manajemen juga akan melakukan antisipasi dan mitigasi pada kondisi apapun untuk memastikan operasional perusahaan tetap dapat berjalan lancar dan pelayanan BBM dan LPG tidak mengalami gangguan.
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 63 Tahun 2004, infrastruktur energi yang berada di wilayah operasi Pertamina merupakan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang harus terbebas dari ancaman dan gangguan.
Sesuai Keppres tersebut, ancaman dapat dimaknai sebagai setiap usaha dan kegiatan dengan segala bentuknya baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai dapat berpotensi membahayakan kelangsungan berfungsinya Obvitnas.
Sedangkan gangguan adalah tindakan yang sudah nyata dan menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan atau harta benda serta dapat berakibat trauma psikis kepada pegawai karyawan Obtivnas.
Fajriyah menjelaskan bahwa Pertamina sebagai perusahaan yang mengelola energi nasional bertanggung jawab dalam memastikan keamanan infrastruktur, termasuk usaha, kawasan atau lokasi, bangunan atau instalasi energi yang merupakan hajat hidup orang banyak, kepentingan negara dan atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.
"Untuk itu, kami berharap seluruh pekerja Pertamina ikut bertanggung jawab dalam mengamankan Obvitnas di area operasi dan menjauhkan dari segala ancaman dan gangguan sebagai bentuk kontribusi kita pada bangsa dan negara, mengingat kawasan, infrastruktur dan instalasi energi tersebut sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan energi di seluruh wilayah Indonesia," pungkasnya.
0 Komentar