Meski sudah dibubarkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ternyata belum mati. Jejaknya masih ada dan gerakannya kian masif. Salah satu ulah HTI adalah sebuah surat perintah yang mewajibkan siswa membaca buku karangan Felix Siauw.
Belakangan ini, beredar surat bernomor 420/11.09.F/Disdik tentang surat Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Muhammad Soleh.
Surat tersebut bersifat sangat segera, bertanggal 30 September 2020, berisi instruksi kepada seluruh Kepala SMA/SMK sederajat se-Bangka Belitung untuk mewajibkan para siswa membaca buku Muhammad Al Fatih 1453 yang ditulis Felix Siauw.
Selain itu, para siswa juga diwajibkan untuk merangkum isi buku dan mesti dikumpulkan. Pihak sekolah pun diminta untuk melaporkan secara berjenjang ke Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung paling lambat 18 Desember 2020.
Surat yang memuat kewajiban tersebut menimbulkan masalah. Penulis buku tersebut, Felix Siauw terafiliasi dengan ideologi yang diusung HTI. Atas masalah tersebut, Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Kepulauan Bangka Belitung pun memprotes Pemprov Babel atas instruksi tersebut.
Tindakan yang dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dinilai menggambarkan upaya yang terstruktur, sistematis dan massif untuk menumbuhkan ideologi khilafah versi HTI melalui Lembaga Pendidikan formal.
“Buku Muhammad Al Fatih karangan Felix Siauw sangat kental aroma brainwash atau cuci otak.” Ujar Ketua PWNU Babel, Kyai Haji Ahmad Jafar Siddiq kepada Lensa Bangka Belitung.
K.H. Jafar Siddiq membacakan halaman 314 di buku itu. “Melalui buku ini saya berharap dan memohon kepada Allah agar Dia berkenan menjadikan generasi Islam saat ini menjadi generasi para penakluk, generasi yang akan membenamkan ide-ide kufur lalu menggantikannya dengan ide Islam yang orisinil, generasi yang akan meninggikan Kalimatullah dan membangkitkan kembali kehormatan kaum muslim dengan penerapan syariat Islam dalam bentuk khilafah Islam,”
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, Muhammad Soleh, berdalih tidak mengetahui bahwa Felix Siau adalah aktivis HTI. “Kami minta maaf dan mengaku salah. Ini disebabkan ketidaktahuan saya kalau buku tersebut karya aktivis HTI.” Akunya.
Ia mengaku mengeluarkan surat yang mewajibkan siswa SMA dan SMK membaca buku dan membuat rangkuman buku Muhammad Alfatih 1453 adalah karena isi buku yang menceritakan perjalanan perjuangan yang dinilainya bagus.
Ia menambahkan bahwa ketidaktahuan tersebut membuat jajaran Dinas Pendidikan Bangka Belitung segera mengambil tindakan dengan membatalkan surat perintah tersebut. Dalam waktu dekat, mereka segera mengalihkan ke buku lain.
Pada 19 Juli 2017, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah meresmikan pembubaran HTI melalui Kementerian Hukum dan HAM. Secara resmi, pemerintah telah mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Pencabutan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
HTI memang sudah dibubarkan secara resmi. Sayangnya, meski sudah dibubarkan, HTI ternyata belum sepenuhnya mati. Padahal, sudah ada banyak statement yang beredar dari para pegiat HTI yang menentang dasar negara Pancasila dan UUD 45. (Baca: Kekeliruan HTI Pahami Hadis Taat pada Khalifah)
Mereka menyebutkan bahwa Pancasila dan UUD 45 adalah sistem thaghut yang harus ditinggalkan. Hal tersebut menimbulkan keresahan dimasyarakat dan mendorong pemerintah mengeluarkan PERPPU tentang organisasi masyarakat yang berujung dibubarkannya Hizbut tahrir Indonesia.[]
0 Komentar