Undang-undang
Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan, mengatur soal temuan pemeriksaan yang mengandung unsur
pidana. Laporan yang mengandung temuan berbau korupsi dan sejenisnya itu, harus
dilaporkan BPK kepada instansi berwenang, yaitu Kepolisian RI, Kejaksaan RI,
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selama
periode 2003-30 Juni 2017, BPK telah menyampaikan temuan bermasalah pidana itu
kepada instansi yang berwenang sebanyak 232 surat yang memuat 447 temuan
pemeriksaan. Dari jumlah itu, didapat angka sebesar Rp33,52 triliun dan
US$841,88 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp44,74 triliun.
Dari
jumlah itu, temuan yang disampaikan kepada Kepolisian RI sebanyak 66 temuan
senilai Rp20,78 triliun dan US$14,04 juta atau seluruhnya ekuivalen
Rp20,97 triliun. Dari total temuan
tersebut, sebanyak 60 temuan senilai Rp20,54 triliun telah ditindaklanjuti.
Perinciannya, sebanyak 23 temuan dalam status penyelidikan, 5 temuan dalam
status penyidikan, 5 temuan dalam status tuntutan/ proses peradilan, 15 temuan
dalam status vonis/ banding/ kasasi, 11 temuan dalam status Surat Penghentian
Penyidikan Perkara (SP3), dan 1 temuan dalam status lain-lain.
Adapun,
temuan yang disampaikan kepada Kejaksaan RI sebanyak 206 temuan senilai Rp6,70
triliun dan US$218,76 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp9,62 triliun. Dari total
temuan tersebut, sebanyak 199 temuan senilai Rp8,61 triliun telah
ditindaklanjuti. Perinciannya, sebanyak 37 temuan dalam status dilimpahkan, 23
temuan dalam status penyelidikan, 25 temuan dalam status penyidikan, 4 temuan
dalam status tuntutan/ proses peradilan, 99 temuan dalam status vonis/ banding/
kasasi, dan 11 temuan dalam status SP3.
Sementara
itu, temuan yang disampaikan kepada KPK sebanyak 175 temuan senilai Rp6,04
triliun dan US$609,08 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp14,15 triliun. Dari
total temuan tersebut, sebanyak 166 temuan senilai Rp14,07 triliun telah
ditindaklanjuti. Perinciannya, sebanyak 40 temuan dalam status dilimpahkan, 46
temuan dalam status penyelidikan, 40 temuan dalam status penyidikan, 8 temuan
dalam status tuntutan/ proses peradilan, dan 32 temuan dalam status vonis/
banding/ kasasi.
Secara
keseluruhan, penanganan temuan pemeriksaan BPK mengandung indikasi pidana yang
sudah ditindaklanjuti oleh instansi berwenang adalah 425 temuan senilai Rp33,05
triliun dan US$763,50 juta atau seluruhnya ekuivalen Rp43,22 triliun (97%).
Perinciannya, sebanyak 77 temuan dalam status dilimpahkan, 92 temuan dalam
status penyelidikan, 70 temuan dalam status penyidikan, 17 temuan dalam status
tuntutan/ proses peradilan, 146 temuan dalam status vonis/ banding/ kasasi, 22
temuan dalam status SP3, dan 1 temuan dalam status lain-lain.
Adapun,
temuan yang belum ditindaklanjuti atau belum diperoleh informasi tindak lanjut
dari instansi berwenang sebanyak 22 temuan senilai Rp473,47 miliar dan US$78,38
juta atau seluruhnya ekuivalen Rp1,52 triliun (3%).
Kerugian Negara
Selain
itu, sesuai dengan kewenangan BPK dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun
2006 tentang BPK, selama periode 2013–30 Juni 2017 BPK telah menerima
permintaan Penghitungan
Kerugian Negara (PKN) sebanyak 323 kasus dari
Kepolisian RI, KPK, dan Kejaksaan RI, yang terdiri atas:
●
Permintaan PKN dari Kepolisian RI sebanyak 122 kasus, dengan perincian 43 kasus
dalam proses penanganan, 12 kasus belum ditindaklanjuti, 12 kasus kerugian
negara tidak dapat dihitung, dan 55 kasus telah diterbitkan LHP;
●
Permintaan PKN dari KPK sebanyak 30 kasus dengan perincian 12 kasus dalam proses
penanganan, 3 kasus belum ditindaklanjuti, dan 15 kasus telah diterbitkan LHP;
dan
●
Permintaan PKN dari Kejaksaan RI sebanyak 171 kasus dengan perincian 60 kasus
dalam proses penanganan, 22 kasus belum ditindaklanjuti, 39 kasus kerugian
negara tidak dapat dihitung, dan 50 kasus telah diterbitkan LHP. Jumlah
kerugian negara dari 120 kasus yang telah diterbitkan LHP PKN adalah sebesar
Rp10,37 triliun dan US$2,71 miliar atau seluruhnya ekuivalen Rp46,56 triliun,
yang terdiri atas:
- Kepolisian RI sebanyak 55 kasus senilai Rp790,11 miliar dan US$2,71 miliar atau seluruhnya ekuivalen Rp36,97 triliun;
- KPK sebanyak 15 kasus senilai Rp8,62 triliun; dan
- Kejaksaan RI sebanyak 50 kasus senilai Rp966,44 miliar.
Menilik
data-data di atas, betapa besar peran BPK dalam menunjang upaya pemerintah
memberantas tindak pidana korupsi. Persoalannya adalah, apa tindak lanjut dari
temuan-temuan yang sudah disampaikan kepada Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK yang
belum atau bahkan tidak ditindaklanjuti? Mengingat, BPK tidak memiliki
kewenangan penindakan, baik untuk penyelidikan, apalagi penyidikan, dan
penuntutan.
Barangkali,
perlu kiranya Undang-undang BPK diperluas, dengan memberi kewenangan kepada BPK
selaku lembaga tinggi negara, untuk melakukan penylelidikan dan penyidikan.
Alasannya sederhana saja, bahwa sebagai badan yang bertugas mengaudit keuangan
negara, maka peluang BPK menemukan indikasi-indikasi fraud, atau penyalahgunaan wewenang, hingga praktik korupsi,
sangatlah besar.
Namun,
kiranya tidak akan mudah. Sama seperti Kepolisian RI yang menggagas lembaga
setingkat Detasemen Khusus Anti Korupsi, mendampingi Densus Anti Teror yang
sudah sangat berprestasi. Nyatanya, hingga kini masih alot. Nuansa
tarik-menarik kepentingan antar lembaga penegak hukum masih sangat terasa.
Semoga saja, berbeda jika gagasan itu melekat pada Badan Pemeriksa Keuangan
sebagai salah satu lembaga tinggi negara, setingkat presiden dan DPR RI, serta
lembaga tinggi negara lain. ***
0 Komentar